“Michelle!!”
Aku mendesah mendengar seruan itu. Aku terus
berbaring malas di tempat tidurku. Aku bahkan tetap memejamkan mataku. Menarik selimutku
sampai menutupi kepalaku.
“Get
out of your room and go downstairs!NOW!” suara itu terdengar lagi.
“Mum! It’s Sunday!” ujarku kesal sambil
menyingkap selimutku. Tapi akhirnya aku turun dari tempat tidurku. Hawa dingin
langsung menyerangku. Aku membuka pintu kamarku dan menuruni tangga rumahku
yang terbuat dari kayu mahoni. Sebagian besar rumahku memang terbuat dari kayu
dan aku menyukainya. Aku lebih suka rumahku yang sekarang, untung saja
keluargaku pindah ke Baldoyle.
“Kau
benar-benar anak malas. Besok kau sudah mulai sekolah di Plunkit high school. Sekali
lagi kuingatkan kau, Michelle Meckenzie Myron.” Omel Mum.
Aku memutar
bolamataku, duduk didepan meja makan. Aku sama sekali tidak menganggap itu
istimewa. Pindah sekolah kan biasa saja. Aku kan sudah dua kali pindah sekolah.
Aku pasti dapat teman. Aku pasti tetap nomor satu dalam pelajaran bahasa. Walaupun
akan tetap paling rendah dalam pelajaran matematika.
“You’ll
turn to seventeen this year” Mum menaruh sepotong roti dihadapanku. “Perbaiki
citramu disekolah. Sisir rambutmu sebelum berangkat sekolah, jangan salah bawa
buku, kancingkan blazermu...kalau terus seperti ini, nggak akan ada cowok yang
suka padamu.”
Sekali
lagi, aku memutar bolamataku.
“Mum,
I don’t wanna have a relationship.” Gerutuku. “Pasti merepotkan”
“Akan
kupegang kata-katamu sampai kau jatuh cinta nanti” Mum berkata yakin.
“Whatever...”
desahku. Memakan roti dihadapanku.
Aku memandang
ke sekelilingku. Rumah baru, sekolah baru, hidup baru...namaku Michelle Myron. Aku
memiliki darah asli Irish. Sebelum tinggal di Baldoyle, Dublin, aku tinggal di
Mullingar dan aku juga sempat tinggal di Sligo. Aku memiliki rambut light brown
yang selalu terlihat berantakan. Karena aku benci menyisir rambut, entah
kenapa. Bolamataku hazel dan aku tidak terlalu tinggi dalam ukuran gadis
berumur 16 tahun. Aku tidak pernah menganggap diriku cantik.
“Mum, aku
mau pergi keliling naik sepeda” kataku.
“Okay..but
you have to prepare for tomorrow before you go” Mum menatapku.
“I’ve
prepared anything.” Kataku. Bangkit dari dudukku, mengganti bajuku dengan
T-shirt disertai jaket dan celana pendek. dan menuju garasi rumahku. Kemudian menuntun
sepedaku yang berwarna ungu cerah.
Aku mengayuh
sepedaku dan melihat ke sekeliling. Rumah-rumah disini kebanyakan memang
sederhana tapi nyaman. Pohon-pohon rindang menghiasi jalanan. Aku melewati
beberapa kedai teh dan taman-taman. Aku membelokkan sepedaku di sebuah
tikungan, dan saat itulah bencana terjadi.
“BRAKK!!”
Aku menabrak seseorang yang juga sedang mengendarai
sepeda. Aku jatuh dari sepedaku dan jatuh lumayan keras keatas aspal. Orang yang
kutabrak juga jatuh dari sepedanya. Aku menjerit dan meringis kesakitan. Tak lama
kemudian kulihat sebuah tangan mengulur kearahku.
“I’m
really sorry...” seorang cowok berdiri didepanku. “Are you okay?”
Dengan
ragu aku meraih tangan cowok itu dan bangkit.
“Yeah,
I’m okay...” kedua lututku luka. tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Lengan cowok
tadi juga tergores. Kutatap sosoknya, cowok itu berambut pirang dan berbolamata
biru. Ia memandangiku dan meminta maaf sekali lagi. Aku mengangguk.
“Biar
kuobati lukamu...” katanya.
“Nggak
usah. Aku pulang saja” Aku menolak.
“But...”
“ Berisik amat sih, kubilang kan nggak usah!”
ujarku jengkel. Mengambil sepedaku.
“Okay,
alright...siapa namamu?kau baru ya disini?” tanyanya.
Aku tidak menjawab dan langsung menaiki
sepedaku. Malas berurusan dengan orang asing. Aku meninggalkannya begitu saja. Ia
pasti kesal, aku tahu. Tapi ia diam saja. Lagipula buat apa aku berbaik hati
pada orang yang sudah membuat lututku luka-luka? Aku mendesah panjang. Tapi ada
satu yang terus menempel di kepalaku.
Mata cowok
itu. Entah mengapa aku terus memikirkannya sepanjang perjalanan.
Pagi ini tidak sebagus yang kupikirkan.
***
Pagi ini tidak sebagus yang kupikirkan.
Aku terlambat
bangun dan ini sama sekali tidak bagus. Mum marah besar. Aku tidak mau
mendengar omelannya. Aku cepat-cepat keluar rumah dan naik ke mobil dad. Mobil melaju
kencang. Waktu yang tersisa untukku hanya sekitar lima menit. Seperti biasa,
aku tidak menyisir rambutku dan tidak mengancingkan blazerku. Mau bagaimana
lagi? Aku sudah terlalu telat untuk hal tidak penting begitu.
Mobil
dad berhenti didepan Plunkit high school. Sepertinya bel masuk nyaris berbunyi.
Sekolahnya lumayan juga. Bangunannya cukup besar dan cukup banyak pohon yang
tumbuh disini. Terdapat logo sekolah dan tulisan besar-besar diatas bangunan “PLUNKIT
HIGH SCHOOL” aku mencari-cari kelas 2-C,kelas yang akan kutempati. Tiba-tiba
bel berbunyi dan aku merasa tolol karena belum juga menemukan kelasku. Aku menyusuri
tangga dan koridor dan akhirnya aku menemukan tulisan “2-C” disamping sebuah
pintu. Aku berdiri didepan pintu.
“Ah,
itu dia. Kurasa itu teman baru kalian. Masuklah Ms. Myron...” seorang guru
wanita tersenyum kearahku. Rambutnya sangat pendek dan ia memakai kacamata
frame tebal “I’m Rose Finnegan, your teacher. And this is Michelle Myron
guys...she’s from Mullingar”
Aku
tersenyum seadanya. Mrs. Finnegan menyuruhku duduk di bangku kosong yang kusuka
setelah mengkritik cara berpakaianku. Aku duduk di bangku yang posisinya agak dibelakang.
Dan saat aku menoleh kearah kanan, aku terbelalak. Benar-benar kaget.
Disebelahku
duduk cowok blonde yang kutabrak kemarin. Ia memandangku dengan tatapan
familiar. Ia tersenyum kecil kearahku. Matanya, mata itu...mata yang bahkan
sempat kumimpikan tadi malam, entah kenapa. Aku memalingkan wajahku. Merasa tidak
enak. Kemarin aku meninggalkannya begitu saja. Tapi ia sedikitpun tidak
terlihat kesal padaku. Aku pura-pura tidak mengenalnya.
“Tuh
kan...kau anak baru disini” katanya tiba-tiba. “I’m Nicky Byrne. So sorry for
yesterday, Michelle”
Aku
menatapnya. Ia bahkan langsung memanggil nama depanku.
“Nggak
usah dipikirkan” kataku cuek. “Ngapain kau sok akrab banget?”
Nicky tertawa.
“Soalnya
aku suka namamu. Lagipula nggak enak memanggil nama marga” katanya.
Aku
mengangkat bahu.
“Terserah...”
gumamku. Aku berdebar-debar. Aduh...apa yang terjadi padaku? Dada dan wajahku
terasa panas. Suara Nicky benar-benar enak didengar. Suara husky lembut yang
tidak banyak dimiliki cowok lain. Walaupun aku memaksa diriku untuk tidak
peduli, tetap saja telingaku ingin mendengar suara itu lagi.
Kurasa
Mum sudah mengutukku! Aku benar-benar jatuh cinta sekarang. Terlalu konyol. Ini
bahkan terlau cepat untuk disebut jatuh cinta. Tidak...aku hanya suka wajah dan
suaranya. Ini terlalu konyol untuh disebut cinta. Tapi entah apa yang terjadi
padaku, tanganku spontan bergerak mengancingkan blazerku. Walaupun rambut
ajaibku tetap saja tidak disisir. Pagi itu, aku sama sekali tidak bisa menyerap
pelajaran yang diberikan.
“Hey,
Michelle...I’m Darren Williams” seorang cewek menghampiriku saat jam istirahat.
Aku menatapnya, rambutnya ikal kemerahan,bolamatanya hijau dan tubuhnya sangat
ideal. Ia terlihat ramah. Aku tersenyum padanya.
“Hi...”
sahutku. “Nice to meet you”
Darren
duduk disebelahku.
“Kau
kelihatan akrab dengan Nicky. Kalian saling kenal?” tanyanya.
“No...i
just met him yesterday.accidentally” jawabku seadanya.
“Dia
populer disini. Dia selalu mau diminta jadi pengurus kelas, organisasi sekolah,
dia juga punya wajah yang manis dan jago nyanyi. Kau beruntung disapa olehnya.”
Darren tersenyum. “Dia juga keeper andalan team sepak bola sekolah”
Aku menciut
mendengarnya. Aku benar-benar bodoh. Buat apa aku tertarik dengan cowok populer
sedangkan aku tidak lebih dari sekedar sampah disekolah ini?aku hanya
mengangguk menanggapinya.
“Georgina
sangat beruntung...” kata Darren tiba-tiba.
“Georgina?who’s
she?” tanyaku.
“Georgina
Ahern...she’s Nicky’s girlfriend. She’s so lucky to have him”
Aku mendengar
petir dari dalam kepalaku. Aku benar-benar ingin tertawa terbahak-bahak. Oke,
aku baru saja tertarik pada cowok sempurna yang SUDAH PUNYA PACAR. Michelle
Meckenzie Myron...apa yang terjadi padamu? Saat itu juga aku melupakan mata dan
suara Nicky yang kukagumi. Aku tidak lebih dari seorang idiot.
Tiba-tiba
aku mendengar suara Nicky memanggil seseorang diluar kelas.
“Gina!”
serunya.
Aku menoleh,
kemudian melihat gadis yang benar-benar cantik berdiri didepan kelasku.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar