Rabu, 20 Juni 2012

The Blue Eyes of the Lighthouse (part 1)


       “Michelle!!”
       Aku mendesah mendengar seruan itu. Aku terus berbaring malas di tempat tidurku. Aku bahkan tetap memejamkan mataku. Menarik selimutku sampai menutupi kepalaku.
       “Get out of your room and go downstairs!NOW!” suara itu terdengar lagi.
       “Mum! It’s Sunday!” ujarku kesal sambil menyingkap selimutku. Tapi akhirnya aku turun dari tempat tidurku. Hawa dingin langsung menyerangku. Aku membuka pintu kamarku dan menuruni tangga rumahku yang terbuat dari kayu mahoni. Sebagian besar rumahku memang terbuat dari kayu dan aku menyukainya. Aku lebih suka rumahku yang sekarang, untung saja keluargaku pindah ke Baldoyle.
        “Kau benar-benar anak malas. Besok kau sudah mulai sekolah di Plunkit high school. Sekali lagi kuingatkan kau, Michelle Meckenzie Myron.” Omel Mum.
         Aku memutar bolamataku, duduk didepan meja makan. Aku sama sekali tidak menganggap itu istimewa. Pindah sekolah kan biasa saja. Aku kan sudah dua kali pindah sekolah. Aku pasti dapat teman. Aku pasti tetap nomor satu dalam pelajaran bahasa. Walaupun akan tetap paling rendah dalam pelajaran matematika.
        “You’ll turn to seventeen this year” Mum menaruh sepotong roti dihadapanku. “Perbaiki citramu disekolah. Sisir rambutmu sebelum berangkat sekolah, jangan salah bawa buku, kancingkan blazermu...kalau terus seperti ini, nggak akan ada cowok yang suka padamu.”
        Sekali lagi, aku memutar bolamataku.
        “Mum, I don’t wanna have a relationship.” Gerutuku. “Pasti merepotkan”
        “Akan kupegang kata-katamu sampai kau jatuh cinta nanti” Mum berkata yakin.
        “Whatever...” desahku. Memakan roti dihadapanku.
        Aku memandang ke sekelilingku. Rumah baru, sekolah baru, hidup baru...namaku Michelle Myron. Aku memiliki darah asli Irish. Sebelum tinggal di Baldoyle, Dublin, aku tinggal di Mullingar dan aku juga sempat tinggal di Sligo. Aku memiliki rambut light brown yang selalu terlihat berantakan. Karena aku benci menyisir rambut, entah kenapa. Bolamataku hazel dan aku tidak terlalu tinggi dalam ukuran gadis berumur 16 tahun. Aku tidak pernah menganggap diriku cantik.
       “Mum, aku mau pergi keliling naik sepeda” kataku.
       “Okay..but you have to prepare for tomorrow before you go” Mum menatapku.
       “I’ve prepared anything.” Kataku. Bangkit dari dudukku, mengganti bajuku dengan T-shirt disertai jaket dan celana pendek. dan menuju garasi rumahku. Kemudian menuntun sepedaku yang berwarna ungu cerah.
        Aku mengayuh sepedaku dan melihat ke sekeliling. Rumah-rumah disini kebanyakan memang sederhana tapi nyaman. Pohon-pohon rindang menghiasi jalanan. Aku melewati beberapa kedai teh dan taman-taman. Aku membelokkan sepedaku di sebuah tikungan, dan saat itulah bencana terjadi.
       “BRAKK!!”
       Aku menabrak seseorang yang juga sedang mengendarai sepeda. Aku jatuh dari sepedaku dan jatuh lumayan keras keatas aspal. Orang yang kutabrak juga jatuh dari sepedanya. Aku menjerit dan meringis kesakitan. Tak lama kemudian kulihat sebuah tangan mengulur kearahku.
       “I’m really sorry...” seorang cowok berdiri didepanku. “Are you okay?”
       Dengan ragu aku meraih tangan cowok itu dan bangkit.
       “Yeah, I’m okay...” kedua lututku luka. tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Lengan cowok tadi juga tergores. Kutatap sosoknya, cowok itu berambut pirang dan berbolamata biru. Ia memandangiku dan meminta maaf sekali lagi. Aku mengangguk.
       “Biar kuobati lukamu...” katanya.
       “Nggak usah. Aku pulang saja” Aku menolak.
       “But...”
       “ Berisik amat sih, kubilang kan nggak usah!” ujarku jengkel. Mengambil sepedaku.
        “Okay, alright...siapa namamu?kau baru ya disini?” tanyanya.
        Aku tidak menjawab dan langsung menaiki sepedaku. Malas berurusan dengan orang asing. Aku meninggalkannya begitu saja. Ia pasti kesal, aku tahu. Tapi ia diam saja. Lagipula buat apa aku berbaik hati pada orang yang sudah membuat lututku luka-luka? Aku mendesah panjang. Tapi ada satu yang terus menempel di kepalaku.
        Mata cowok itu. Entah mengapa aku terus memikirkannya sepanjang perjalanan.

***  
        
        Pagi ini tidak sebagus yang kupikirkan.
        Aku terlambat bangun dan ini sama sekali tidak bagus. Mum marah besar. Aku tidak mau mendengar omelannya. Aku cepat-cepat keluar rumah dan naik ke mobil dad. Mobil melaju kencang. Waktu yang tersisa untukku hanya sekitar lima menit. Seperti biasa, aku tidak menyisir rambutku dan tidak mengancingkan blazerku. Mau bagaimana lagi? Aku sudah terlalu telat untuk hal tidak penting begitu.
        Mobil dad berhenti didepan Plunkit high school. Sepertinya bel masuk nyaris berbunyi. Sekolahnya lumayan juga. Bangunannya cukup besar dan cukup banyak pohon yang tumbuh disini. Terdapat logo sekolah dan tulisan besar-besar diatas bangunan “PLUNKIT HIGH SCHOOL” aku mencari-cari kelas 2-C,kelas yang akan kutempati. Tiba-tiba bel berbunyi dan aku merasa tolol karena belum juga menemukan kelasku. Aku menyusuri tangga dan koridor dan akhirnya aku menemukan tulisan “2-C” disamping sebuah pintu. Aku berdiri didepan pintu.
        “Ah, itu dia. Kurasa itu teman baru kalian. Masuklah Ms. Myron...” seorang guru wanita tersenyum kearahku. Rambutnya sangat pendek dan ia memakai kacamata frame tebal “I’m Rose Finnegan, your teacher. And this is Michelle Myron guys...she’s from Mullingar”
        Aku tersenyum seadanya. Mrs. Finnegan menyuruhku duduk di bangku kosong yang kusuka setelah mengkritik cara berpakaianku. Aku duduk di bangku yang posisinya agak dibelakang. Dan saat aku menoleh kearah kanan, aku terbelalak. Benar-benar kaget.
        Disebelahku duduk cowok blonde yang kutabrak kemarin. Ia memandangku dengan tatapan familiar. Ia tersenyum kecil kearahku. Matanya, mata itu...mata yang bahkan sempat kumimpikan tadi malam, entah kenapa. Aku memalingkan wajahku. Merasa tidak enak. Kemarin aku meninggalkannya begitu saja. Tapi ia sedikitpun tidak terlihat kesal padaku. Aku pura-pura tidak mengenalnya.
        “Tuh kan...kau anak baru disini” katanya tiba-tiba. “I’m Nicky Byrne. So sorry for yesterday, Michelle”
        Aku menatapnya. Ia bahkan langsung memanggil nama depanku.
        “Nggak usah dipikirkan” kataku cuek. “Ngapain kau sok akrab banget?”
        Nicky tertawa.
        “Soalnya aku suka namamu. Lagipula nggak enak memanggil nama marga” katanya.
        Aku mengangkat bahu.
        “Terserah...” gumamku. Aku berdebar-debar. Aduh...apa yang terjadi padaku? Dada dan wajahku terasa panas. Suara Nicky benar-benar enak didengar. Suara husky lembut yang tidak banyak dimiliki cowok lain. Walaupun aku memaksa diriku untuk tidak peduli, tetap saja telingaku ingin mendengar suara itu lagi.
        Kurasa Mum sudah mengutukku! Aku benar-benar jatuh cinta sekarang. Terlalu konyol. Ini bahkan terlau cepat untuk disebut jatuh cinta. Tidak...aku hanya suka wajah dan suaranya. Ini terlalu konyol untuh disebut cinta. Tapi entah apa yang terjadi padaku, tanganku spontan bergerak mengancingkan blazerku. Walaupun rambut ajaibku tetap saja tidak disisir. Pagi itu, aku sama sekali tidak bisa menyerap pelajaran yang diberikan.
       “Hey, Michelle...I’m Darren Williams” seorang cewek menghampiriku saat jam istirahat. Aku menatapnya, rambutnya ikal kemerahan,bolamatanya hijau dan tubuhnya sangat ideal. Ia terlihat ramah. Aku tersenyum padanya.
       “Hi...” sahutku. “Nice to meet you”
       Darren duduk disebelahku.
       “Kau kelihatan akrab dengan Nicky. Kalian saling kenal?” tanyanya.
       “No...i just met him yesterday.accidentally” jawabku seadanya.
       “Dia populer disini. Dia selalu mau diminta jadi pengurus kelas, organisasi sekolah, dia juga punya wajah yang manis dan jago nyanyi. Kau beruntung disapa olehnya.” Darren tersenyum. “Dia juga keeper andalan team sepak bola sekolah”
         Aku menciut mendengarnya. Aku benar-benar bodoh. Buat apa aku tertarik dengan cowok populer sedangkan aku tidak lebih dari sekedar sampah disekolah ini?aku hanya mengangguk menanggapinya.
        “Georgina sangat beruntung...” kata Darren tiba-tiba.
        “Georgina?who’s she?” tanyaku.
        “Georgina Ahern...she’s Nicky’s girlfriend. She’s so lucky to have him”
        Aku mendengar petir dari dalam kepalaku. Aku benar-benar ingin tertawa terbahak-bahak. Oke, aku baru saja tertarik pada cowok sempurna yang SUDAH PUNYA PACAR. Michelle Meckenzie Myron...apa yang terjadi padamu? Saat itu juga aku melupakan mata dan suara Nicky yang kukagumi. Aku tidak lebih dari seorang idiot.
        Tiba-tiba aku mendengar suara Nicky memanggil seseorang diluar kelas.
        “Gina!” serunya.
        Aku menoleh, kemudian melihat gadis yang benar-benar cantik berdiri didepan kelasku.

        ***
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar