Selasa, 26 Juni 2012

The Blue Eyes of the Lighthouse (part 4)


      “Happy birthday Darren!!”
       Darren memandangiku dari kepala sampai kaki. Memandang tatanan rambutku, dress biru lautku hingga sepatu wedgesku. Kemudian menatap kado ditanganku.
       “Wow...” katanya. “Kau cantik”
       “Thanks” cengirku sambil masuk kedalam rumah Darren. Hari ini Darren merayakan ulang tahunnya yang ke-17 dirumahnya yang besar. Ia mengundang teman-teman kelas kami. Saat itu sudah mulai ramai, dan aku menyadari aku sedikit terlalu terlambat untuk datang ke pesta ulang tahun teman baikku.
       “Aku hampir berpikir kau nggak datang” tawa Darren. Malam ini ia benar-benar cantik dengan dress maroonnya. “Thanks kadonya...Nicky sudah menunggu disana!”
       “Menunggu?” aku naik darah. Menatap Nicky dan Georgina yang sedang duduk di sofa. “Apa maksudmu menunggu hah?! Kau nyindir? Kau menyebut cowok yang datang bersama pacarnya itu “menunggu” ku? Aku menyesal sudah memberitahumu tentang dia”
       “Hahahaha...santai dong! Dia tadi bertanya padaku kok kau ada dimana. Senang kan?” Darren memberiku segelas minuman.
       “Bagaimana bisa aku senang selama dia punya cewek yang dia sayangi?” Aku meminum minumanku. “Sudahlah Darren...aku sedang dalam usaha move on. Nggak usah membicarakan dia oke? Lebih baik jangan ganggu aku makan. Kau lebih baik temani pacarmu sana!”
       “Pikiranmu makan melulu...” Darren berdecak kesal. Berjalan meninggalkanku.
       Aku menghampiri meja yang penuh dengan makanan. Lalu meraih apapun yang bisa kumakan. aku melihat disampingku seseorang sedang mengambil segelas soda. Aku hampir tersedak saat menyadari orang itu adalah Georgina. Aku memasang tampang sok cool. Ia tersenyum kearahku. Aku membalas dengan senyuman paling tolol yang kupunya. Aku ingin buru-buru pergi dari situ lalu menghampiri Darren dan Edward. Tapi tiba-tiba ia menatapku dan berbicara dengan suara nyaris tak terdengar.
       “Kau suka pada Nicky?”
       Aku merasa jantungku melompat entah kemana. Tidak mempercayai pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Georgina. Mulutku penuh makanan. Aku terjebak dalam suasana yang benar-benar tidak bagus.
      “Hmmp...” aku berusaha mengunyah makanan secepat mungkin dan menelannya. Wajahku pasti tidak karuan sekarang. Aku merasa bodoh. Aku panik. Georgina sepertinya jijik melihat ekspresi ajaib itu. Tuhan, setidaknya jaga image-ku didepan gadis level atas begini. Kenapa aku selalu terlihat tolol sih? Rasanya aku ingin lari, naik keatas kuda pacu dan menungganginya pulang kerumah.
      Aku menelan makanan.
      “Hahaha...kau bicara apa sih Gina?” kataku sok akrab.
      “Kau selalu memperhatikan Nicky, aku tahu itu...” katanya lagi.
       Rasanya aku ingin memberinya gas tidur. Ia menatapku dengan pandangan tenang, tapi kuat. Seakan ingin mempertahankan laki-laki yang dicintainya. Aku tidak kuat lama-lama menatap matanya. Aku menghela nafas sesaat sebelum ia melontarkan pertanyaan yang sama dengan suara datar.
       “Kau suka pada Nicky kan?”
       Aku meletakkan makanan yang kuambil diatas meja. Mau sampai kapan aku terlihat tolol? aku menatap matanya, kami bertatapan sesaat. Aku tersenyum.
       “Iya” jawabku sepenuhnya yakin.
       Georgina terpaku sesaat menanggapi ucapanku.
       “Kau tidak akan bisa mengambilnya dariku...” katanya tenang.
       Aku hanya tertawa menanggapinya.
       “Memangnya siapa yang mau mengambilnya? Nicky sangat mencintaimu. Kau juga kan? Kau gadis yang sangat cantik dan sempurna. Kalian pasangan paling serasi didunia ini. Walaupun aku ingin mengambilnya pun, dia pasti tidak akan mau melepaskanmu. Jadi kau tenang saja. Anggap saja aku salah satu fansnya...”
       “You’re different!” ujar Georgina.
      Aku melongo mendengarnya.
       Georgiana tampak ragu dengan kata-kata yang ingin ia ucapkan setelahnya. Ia lalu terdiam, menunduk. Ia berjalan meninggalkanku dan kembali duduk disebelah Nicky. Mungkin saja ia melaporkan pada Nicky, memberitahunya tentang perasaanku. Tapi aku sudah tidak peduli. Biarlah ia tahu semuanya. Biarlah ia tahu tentang perasaanku agar selanjutnya ia menjauhiku. Agar hidupku yang berat saat aku mengenalnya berubah seperti dulu. Menjadi hati yang paling damai.
       Tuhan, izinkan aku melupakannya. Buatlah aku jatuh cinta pada laki-laki manapun. Siapapun selain dia...

***
      
       “Babe?”
       Lamunanku buyar. Aku menyusun kembali kesadaranku dan menatap sosok tampan didepanku. Aku meraih cangkir kopiku dan meminum kopi panas yang menghangatkan tubuhku. Aku tersenyum menatap pacarku.
       “What, Mark?” sahutku dengan suara pelan.
       Sosok itu memandangku mesra.
       “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.
       “Tentu saja album baru Westlife...aku sangat excited. Apa tadi judulnya?” cengirku.
       “Coast to coast” jawab Mark, tersenyum. “Wish us luck, Michelle...oh ya, besok Westlife akan berkumpul lagi, kau mau ikut? Nicky sepertinya kangen padamu”
       “Yang benar saja...” aku tertawa. “Ngapain dia kangen padaku? Dia kan sudah bertunangan dengan Georgina”
       Mark menggenggam tanganku. Aku tersenyum padanya. Mark sangat tampan. Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa ia bisa menembakku saat Westlife pulang world tour. Selama ini aku tidak menyangka ia menyimpan perasaan khusus padaku. Rambut dark brownnya, mata birunya, bibir kemerahan miliknya, semuanya benar-benar menunjukkan ia benar- benar rupawan. Sekarang aku yakin padanya. Yakin dengan hubungan kami. Setiap ia melihat mataku, aku selalu yakin.
       Sejujurnya, aku sama sekali tidak memikirkan album baru Westlife tadi. Aku memikirkan hal lain. Aku ingat masa-masa saat aku bersekolah di Plunkit high school. Saat-saat aku jatuh cinta pada Nicky, aku mengingat itu semua begitu saja. Aku bahagia aku memiliki Mark sekarang. Hidupku sangat sempurna dengannya disampingku. Aku mencium pipi Mark saat kami keluar dari kedai kopi. Entah mengapa, aku merasa ingin menciumnya saat itu juga.
       “Michelle...” pipinya memerah. Wajahnya terlihat lucu sekali.
       Ia menatapku, menyentuh wajahku, mendekatiku, kemudian perlahan memejamkan matanya. Aku memegang kedua pundaknya.
       “PACARAN MELULU!!!” aku kaget setengah mati saat mendengar suara seruan usil itu. Aku buru-buru menyingkir dari Mark. Wajahku merah padam menyadari baru saja kami hendak berciuman. Aku menganga saat melihat Nicky dan Brian didepan kami.
       “Ups...kami ganggu ya?” Nicky memasang tampang menyebalkan.
       “Nico!kau konyol banget!kau mencuri ideku! Harusnya aku yang mengagetkan mereka!” Brian berteriak di telinga Nicky.
       “Nggak usah teriak di telingaku bisa nggak?!” ujar Nicky kesal. Mengacak-acak wajah Brian dengan tangannya. Brian membalasnya dengan mencubit kedua pipi Nicky, Nicky menendang lutut Brian.
       “SAKIT, pirang!” jerit Brian.
       “Kau juga pirang, pirang!!” Balas Nicky tidak mau kalah.
       Aku dan Mark melongo memandang mereka berkelahi seperti bocah umur 5 tahun. Aku menjewer telinga mereka berdua.
       “Tenang saja. Kalian berdua berhasil mengagetkanku setengah mati!” teriakku kesal.
       Mereka meringis.
       “Kenapa kalian ada disini?” tanya Brian.
       “Harusnya aku yang bertanya!” ujarku.
       “Nicky mau beli kado ulang tahun untuk Gina, aku menemaninya” Kata Brian. “Oh ya...Shane dan Kian bilang mau makan malam bersama, mau ikut nggak?”
       “Tentu saja kan?” Mark tersenyum. “Hei, lagipula kalian harus bayar perbuatan kalian. Gara-gara kalian aku nggak jadi dapat ciuman!”
       “Cium saja lagi. susah amat sih?!” Brian memasang ekspresi berlebihan.
       “Jangan pasang wajah ajaib begitu atau kucium kau!” Mark kesal.
       “Sorry Marco, I love you...tapi aku nggak mau dicium olehmu” kata Brian dengan tampang serius. Aku tertawa terbahak-bahak.
       “Sudahlah! Ayo kita jalan dasar bocah-bocah bodoh!” aku menahan tawaku. Menggandeng tangan Mark dan Brian.
       Lagi-lagi aku mengingat masalaluku saat kami berempat masuk kedalam mobil. Aku merindukan Darren. Oh ya...Darren...apa kabar dia sekarang? Aku terus berpikir hingga aku tertidur di mobil bersama bayang-bayang masalaluku.

***

       Aku mendapat nilai tertinggi dalam ujian akhir sekolah. Anak-anak dikelasku sepertinya ingin memasukkanku ke jurang saat melihat nilaiku. Aku sih, biasa saja. Bukannya sombong. Habis disaat mereka liburan ke pantai, berselancar, berjemur, membuat istana pasir, aku justru berdiam diri dirumah. Belajar dan menyelesaikan novelku.
       Alasannya, Cuma satu...Aku tidak mau melihat wajah Nicky selama aku bisa. Aku belum bisa melupakannya. Dan aku benci jatuh cinta lagi, dan jatuh cinta lagi setiap melihatnya. Sekarang lihat saja disana...Darren sedang berdiri bak batu karang, berkacak pinggang dan menatapku dengan wajah setan.
       “Apa-apaan nilaimu itu hah nenek sial?!” jeritnya.
       Aku meraih tasku dan berjalan keluar kelas, menghiraukannya.
       “HEY!!apa-apaan kau?!dasar anak sialan!siapa yang mengizinkanmu pergi?!” ia meraih lenganku dan mencubit pipiku kencang-kencang.
       “SAKIIIIIIIT!!” jeritku, balik mencubit pipinya. “Makanya belajar, jangan pacaran melulu, jangan shopping melulu, jangan jalan-jalan setiap sedetik sekali!”
       “Berisiiiik! Aku kesal beneran nih! Kenapa cewek yang dulunya lebih berantakan dari kapal pecah bisa dapat nilai paling bagus?!” Darren mencubit hidungku, lalu tersenyum. “Kau ajaib sekali, selamat ya...”
       Mataku berkaca-kaca. Aku tahu dengan berakhirnya ujian sekolah ini, kami akan segera berpisah. Aku memeluk Darren. Ia benar-benar sahabatku yang paling baik. Dan aku tidak mau berpisah dengannya. Lama-lama tangisku makin deras. Pundakku bergetar dan aku memeluknya makin erat
       Darren ikut menangis. Ia ikut memelukku.
       “Jangan lupakan aku ya...” katanya lirih.
       “Nggak akan!” ujarku penuh emosi. Aku sangat menyayangi gadis dipelukanku ini. Ia melepaskan pelukannya. Memegang bahuku.
       “Kau benar-benar menyerah soal Nicky?” Tanyanya penuh perhatian.
       Aku mengangguk, menyeka airmataku.
       “Menyerah seratus persen. Hahahaha...doakan aku biar dapat cowok yang lebih ganteng ya! Sebentar lagi aku tidak akan bisa bertemu Nicky lagi. cukup lega...tapi lumayan sedih juga...katanya dia ingin ikut audisi seleksi anggota boyband dari Sligo...”
       Darren mengangkat alis.
       “Boyband?boyband apa?” tanyanya.
       “Boyband dari Sligo. Kalau nggak salah namanya...” Kataku, berusaha mengingat.
        
       “I O YOU...”

***
      

3 komentar:

  1. tidakk.. kok jadian sama Marky sih.. T_T, klo akhirnya sama marky, aku jdi pingin ngbayangin terus aku jadi michelle :3. apalgi bisa nyium, gtu.. huhu. yey, jadi makin penasaran nih.. oh iya, kok michelle bisa jadian sama mark..? yaudah deh continue to next chapter aja :D

    BalasHapus
  2. baca aja teruuuus. jangan kedip. hahahaha XD nanti juga tau

    BalasHapus