“Happy birthday Darren!!”
Darren
memandangiku dari kepala sampai kaki. Memandang tatanan rambutku, dress biru
lautku hingga sepatu wedgesku. Kemudian menatap kado ditanganku.
“Wow...” katanya. “Kau cantik”
“Thanks” cengirku sambil masuk kedalam rumah Darren. Hari ini Darren
merayakan ulang tahunnya yang ke-17 dirumahnya yang besar. Ia mengundang
teman-teman kelas kami. Saat itu sudah mulai ramai, dan aku menyadari aku
sedikit terlalu terlambat untuk datang ke pesta ulang tahun teman baikku.
“Aku
hampir berpikir kau nggak datang” tawa Darren. Malam ini ia benar-benar cantik
dengan dress maroonnya. “Thanks kadonya...Nicky sudah menunggu disana!”
“Menunggu?” aku naik darah. Menatap Nicky dan Georgina yang sedang duduk
di sofa. “Apa maksudmu menunggu hah?! Kau nyindir? Kau menyebut cowok yang
datang bersama pacarnya itu “menunggu” ku? Aku menyesal sudah memberitahumu
tentang dia”
“Hahahaha...santai dong! Dia tadi bertanya padaku kok kau ada dimana.
Senang kan?” Darren memberiku segelas minuman.
“Bagaimana bisa aku senang selama dia punya cewek yang dia sayangi?” Aku
meminum minumanku. “Sudahlah Darren...aku sedang dalam usaha move on. Nggak
usah membicarakan dia oke? Lebih baik jangan ganggu aku makan. Kau lebih baik
temani pacarmu sana!”
“Pikiranmu makan melulu...” Darren berdecak kesal. Berjalan
meninggalkanku.
Aku
menghampiri meja yang penuh dengan makanan. Lalu meraih apapun yang bisa
kumakan. aku melihat disampingku seseorang sedang mengambil segelas soda. Aku
hampir tersedak saat menyadari orang itu adalah Georgina. Aku memasang tampang
sok cool. Ia tersenyum kearahku. Aku membalas dengan senyuman paling tolol yang
kupunya. Aku ingin buru-buru pergi dari situ lalu menghampiri Darren dan
Edward. Tapi tiba-tiba ia menatapku dan berbicara dengan suara nyaris tak
terdengar.
“Kau
suka pada Nicky?”
Aku
merasa jantungku melompat entah kemana. Tidak mempercayai pertanyaan yang
tiba-tiba terlontar dari mulut Georgina. Mulutku penuh makanan. Aku terjebak
dalam suasana yang benar-benar tidak bagus.
“Hmmp...” aku berusaha mengunyah makanan secepat mungkin dan menelannya.
Wajahku pasti tidak karuan sekarang. Aku merasa bodoh. Aku panik. Georgina
sepertinya jijik melihat ekspresi ajaib itu. Tuhan, setidaknya jaga image-ku
didepan gadis level atas begini. Kenapa aku selalu terlihat tolol sih? Rasanya
aku ingin lari, naik keatas kuda pacu dan menungganginya pulang kerumah.
Aku
menelan makanan.
“Hahaha...kau bicara apa sih Gina?” kataku sok akrab.
“Kau
selalu memperhatikan Nicky, aku tahu itu...” katanya lagi.
Rasanya
aku ingin memberinya gas tidur. Ia menatapku dengan pandangan tenang, tapi
kuat. Seakan ingin mempertahankan laki-laki yang dicintainya. Aku tidak kuat
lama-lama menatap matanya. Aku menghela nafas sesaat sebelum ia melontarkan
pertanyaan yang sama dengan suara datar.
“Kau
suka pada Nicky kan?”
Aku
meletakkan makanan yang kuambil diatas meja. Mau sampai kapan aku terlihat
tolol? aku menatap matanya, kami bertatapan sesaat. Aku tersenyum.
“Iya”
jawabku sepenuhnya yakin.
Georgina terpaku sesaat menanggapi ucapanku.
“Kau
tidak akan bisa mengambilnya dariku...” katanya tenang.
Aku
hanya tertawa menanggapinya.
“Memangnya siapa yang mau mengambilnya? Nicky sangat mencintaimu. Kau
juga kan? Kau gadis yang sangat cantik dan sempurna. Kalian pasangan paling
serasi didunia ini. Walaupun aku ingin mengambilnya pun, dia pasti tidak akan
mau melepaskanmu. Jadi kau tenang saja. Anggap saja aku salah satu fansnya...”
“You’re
different!” ujar Georgina.
Aku
melongo mendengarnya.
Georgiana tampak ragu dengan kata-kata yang ingin ia ucapkan setelahnya.
Ia lalu terdiam, menunduk. Ia berjalan meninggalkanku dan kembali duduk
disebelah Nicky. Mungkin saja ia melaporkan pada Nicky, memberitahunya tentang
perasaanku. Tapi aku sudah tidak peduli. Biarlah ia tahu semuanya. Biarlah ia
tahu tentang perasaanku agar selanjutnya ia menjauhiku. Agar hidupku yang berat
saat aku mengenalnya berubah seperti dulu. Menjadi hati yang paling damai.
Tuhan,
izinkan aku melupakannya. Buatlah aku jatuh cinta pada laki-laki manapun.
Siapapun selain dia...
***
“Babe?”
Lamunanku buyar. Aku menyusun kembali kesadaranku dan menatap sosok
tampan didepanku. Aku meraih cangkir kopiku dan meminum kopi panas yang
menghangatkan tubuhku. Aku tersenyum menatap pacarku.
“What,
Mark?” sahutku dengan suara pelan.
Sosok
itu memandangku mesra.
“Apa
yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.
“Tentu
saja album baru Westlife...aku sangat excited. Apa tadi judulnya?” cengirku.
“Coast
to coast” jawab Mark, tersenyum. “Wish us luck, Michelle...oh ya, besok
Westlife akan berkumpul lagi, kau mau ikut? Nicky sepertinya kangen padamu”
“Yang
benar saja...” aku tertawa. “Ngapain dia kangen padaku? Dia kan sudah
bertunangan dengan Georgina”
Mark
menggenggam tanganku. Aku tersenyum padanya. Mark sangat tampan. Sebenarnya aku
tidak mengerti kenapa ia bisa menembakku saat Westlife pulang world tour.
Selama ini aku tidak menyangka ia menyimpan perasaan khusus padaku. Rambut dark
brownnya, mata birunya, bibir kemerahan miliknya, semuanya benar-benar
menunjukkan ia benar- benar rupawan. Sekarang aku yakin padanya. Yakin dengan
hubungan kami. Setiap ia melihat mataku, aku selalu yakin.
Sejujurnya, aku sama sekali tidak memikirkan album baru Westlife tadi.
Aku memikirkan hal lain. Aku ingat masa-masa saat aku bersekolah di Plunkit
high school. Saat-saat aku jatuh cinta pada Nicky, aku mengingat itu semua
begitu saja. Aku bahagia aku memiliki Mark sekarang. Hidupku sangat sempurna
dengannya disampingku. Aku mencium pipi Mark saat kami keluar dari kedai kopi.
Entah mengapa, aku merasa ingin menciumnya saat itu juga.
“Michelle...” pipinya memerah. Wajahnya terlihat lucu sekali.
Ia
menatapku, menyentuh wajahku, mendekatiku, kemudian perlahan memejamkan
matanya. Aku memegang kedua pundaknya.
“PACARAN MELULU!!!” aku kaget setengah mati saat mendengar suara seruan
usil itu. Aku buru-buru menyingkir dari Mark. Wajahku merah padam menyadari
baru saja kami hendak berciuman. Aku menganga saat melihat Nicky dan Brian
didepan kami.
“Ups...kami ganggu ya?” Nicky memasang tampang menyebalkan.
“Nico!kau konyol banget!kau mencuri ideku! Harusnya aku yang mengagetkan
mereka!” Brian berteriak di telinga Nicky.
“Nggak
usah teriak di telingaku bisa nggak?!” ujar Nicky kesal. Mengacak-acak wajah
Brian dengan tangannya. Brian membalasnya dengan mencubit kedua pipi Nicky,
Nicky menendang lutut Brian.
“SAKIT,
pirang!” jerit Brian.
“Kau
juga pirang, pirang!!” Balas Nicky tidak mau kalah.
Aku dan
Mark melongo memandang mereka berkelahi seperti bocah umur 5 tahun. Aku
menjewer telinga mereka berdua.
“Tenang
saja. Kalian berdua berhasil mengagetkanku setengah mati!” teriakku kesal.
Mereka
meringis.
“Kenapa
kalian ada disini?” tanya Brian.
“Harusnya aku yang bertanya!” ujarku.
“Nicky
mau beli kado ulang tahun untuk Gina, aku menemaninya” Kata Brian. “Oh
ya...Shane dan Kian bilang mau makan malam bersama, mau ikut nggak?”
“Tentu
saja kan?” Mark tersenyum. “Hei, lagipula kalian harus bayar perbuatan kalian.
Gara-gara kalian aku nggak jadi dapat ciuman!”
“Cium
saja lagi. susah amat sih?!” Brian memasang ekspresi berlebihan.
“Jangan
pasang wajah ajaib begitu atau kucium kau!” Mark kesal.
“Sorry
Marco, I love you...tapi aku nggak mau dicium olehmu” kata Brian dengan tampang
serius. Aku tertawa terbahak-bahak.
“Sudahlah!
Ayo kita jalan dasar bocah-bocah bodoh!” aku menahan tawaku. Menggandeng tangan
Mark dan Brian.
Lagi-lagi
aku mengingat masalaluku saat kami berempat masuk kedalam mobil. Aku merindukan
Darren. Oh ya...Darren...apa kabar dia sekarang? Aku terus berpikir hingga aku
tertidur di mobil bersama bayang-bayang masalaluku.
***
Aku mendapat
nilai tertinggi dalam ujian akhir sekolah. Anak-anak dikelasku sepertinya ingin
memasukkanku ke jurang saat melihat nilaiku. Aku sih, biasa saja. Bukannya sombong.
Habis disaat mereka liburan ke pantai, berselancar, berjemur, membuat istana
pasir, aku justru berdiam diri dirumah. Belajar dan menyelesaikan novelku.
Alasannya,
Cuma satu...Aku tidak mau melihat wajah Nicky selama aku bisa. Aku belum bisa
melupakannya. Dan aku benci jatuh cinta lagi, dan jatuh cinta lagi setiap
melihatnya. Sekarang lihat saja disana...Darren sedang berdiri bak batu karang,
berkacak pinggang dan menatapku dengan wajah setan.
“Apa-apaan
nilaimu itu hah nenek sial?!” jeritnya.
Aku
meraih tasku dan berjalan keluar kelas, menghiraukannya.
“HEY!!apa-apaan
kau?!dasar anak sialan!siapa yang mengizinkanmu pergi?!” ia meraih lenganku dan
mencubit pipiku kencang-kencang.
“SAKIIIIIIIT!!”
jeritku, balik mencubit pipinya. “Makanya belajar, jangan pacaran melulu,
jangan shopping melulu, jangan jalan-jalan setiap sedetik sekali!”
“Berisiiiik!
Aku kesal beneran nih! Kenapa cewek yang dulunya lebih berantakan dari kapal
pecah bisa dapat nilai paling bagus?!” Darren mencubit hidungku, lalu
tersenyum. “Kau ajaib sekali, selamat ya...”
Mataku berkaca-kaca.
Aku tahu dengan berakhirnya ujian sekolah ini, kami akan segera berpisah. Aku memeluk
Darren. Ia benar-benar sahabatku yang paling baik. Dan aku tidak mau berpisah
dengannya. Lama-lama tangisku makin deras. Pundakku bergetar dan aku memeluknya
makin erat
Darren
ikut menangis. Ia ikut memelukku.
“Jangan
lupakan aku ya...” katanya lirih.
“Nggak
akan!” ujarku penuh emosi. Aku sangat menyayangi gadis dipelukanku ini. Ia melepaskan
pelukannya. Memegang bahuku.
“Kau
benar-benar menyerah soal Nicky?” Tanyanya penuh perhatian.
Aku mengangguk,
menyeka airmataku.
“Menyerah
seratus persen. Hahahaha...doakan aku biar dapat cowok yang lebih ganteng ya! Sebentar
lagi aku tidak akan bisa bertemu Nicky lagi. cukup lega...tapi lumayan sedih
juga...katanya dia ingin ikut audisi seleksi anggota boyband dari Sligo...”
Darren
mengangkat alis.
“Boyband?boyband
apa?” tanyanya.
“Boyband
dari Sligo. Kalau nggak salah namanya...” Kataku, berusaha mengingat.
“I O YOU...”
“I O YOU...”
***
tidakk.. kok jadian sama Marky sih.. T_T, klo akhirnya sama marky, aku jdi pingin ngbayangin terus aku jadi michelle :3. apalgi bisa nyium, gtu.. huhu. yey, jadi makin penasaran nih.. oh iya, kok michelle bisa jadian sama mark..? yaudah deh continue to next chapter aja :D
BalasHapusbaca aja teruuuus. jangan kedip. hahahaha XD nanti juga tau
BalasHapus😃😃
BalasHapus