Kamis, 05 Juli 2012

The Blue Eyes of the Lighthouse (part 6)


       Baru saja aku keluar dari rumah, blitz kamera sudah menyerangku. Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Belakangan ini aku selalu diikuti papparazi karena jadian dengan Mark. Tadinya aku ingin hubungan kami dirahasiakan. Tapi Mark sepertinya lebih suka terus terang. Akhirnya aku pasrah. Kemanapun berjalan aku diikuti oleh jepretan kamera.
       Aku mau sih jadi orang terkenal yang dikejar-kejar wartawan. Tapi bukan begini yang aku mau. Lama-lama aku malu dan capek. Masalahnya, jangan-jangan aku ini nggak tahu diri ya?menerima Mark sedangkan hatiku masih jadi milik orang lain. Lagipula harusnya aku bercermin dulu sebelum menerima cowok seterkenal dan sebaik Mark! Tapi disisi lain aku juga berpikir Mark adalah malaikat yang dikirimkan untukku agar aku bisa melupakan Nicky. Aku menyayangi Mark, aku menyukainya, menghargai perasaan bodohnya padaku.
       Hari ini aku didandani lagi oleh Mum. Yah...kau tahu...bagaimana reaksi Mum saat tahu aku pacaran dengan Mark? Ia menjerit kencang sekali. Lalu dia malah marah-marah. Aku nggak mengerti jalan pikiran Mum. Mungkin ia terlalu shock. Aku harus menceritakan semuanya dari awal. Dan kau tahu...untuk menceritakan bagaimana aku bisa berhubungan dengan Mark, otomatis aku harus menceritakan soal Nicky. Aku bilang pada Mum kalau aku sudah melupakan Nicky.
       Novelku?
       Tuhan berpihak padaku. Novelku meledak dipasaran. Dan sepertinya kebanyakan pembaca novelku adalah para remaja patah hati. Tapi itu memberiku motivasi yang luar biasa. Aku menulis, menulis, dan menulis terus. Berharap novelku akan terus disukai oleh pembaca.
       Darren?
       Tolong jangan tanyakan dia. Dia mengamuk habis-habisan saat melihatku ada di televisi dan marah-marah setengah mati di telepon karena tidak mengabarinya. Habis bagaimana? Ini semua terlalu aneh dan aku bingung menceritakannya pada Darren. Ia menyumpah-serapahiku dan baru mau diam setelah aku bilang aku akan mempertemukannya dengan Mark. Masalah selesai.
       Oke, jadi ketika aku keluar rumah, langsung ada papparazi yang menantiku. Aku berusaha cuek dan berangkat dengan mobil sedan yang sudah menungguku didepan rumah. Editorku sudah setia menunggu dibelakang setir. Lalu mobilnya meluncur meninggalkan perumahan rumahku.

***

       Mark masuk kedalam studio. Hari ini akan ada pemotretan Westlife. Ia agak terlambat. The lads sudah datang semua dan sedang memakan chips berbungkus-bungkus. Dengan excited ia duduk disebelah Nicky dan merampas salah satu bungkus chips dari tangan Nicky. Nicky tidak bereaksi seperti biasanya. Ia Menatap mark marah.
       “Kembalikan!” hardiknya.
       Mark kaget dengan reaksi Nicky. Ia langsung menaruh bungkus chips itu disamping Nicky. Menatap Nicky heran.
       “What’s wrong with you Nico?” Mark terheran-heran.
       “Stay away from me Feehily...” Nicky langsung bangkit dari duduknya dan berjalan keluar studio. Mark langsung mengikutinya. Mereka meninggalkan Shane, Brian dan Kian yang sedang berebut chips. Mark menarik Nicky.
       “Kau ada masalah apa denganku?” tanya Mark.
       Nicky menepis tangan Mark, tidak menjawab apa-apa.
       “Kenapa kau tidak jujur saja kalau ada masalah?” Mark melipat tangannya didepan dada. “Kenapa? Apa karena Michelle? Kau marah padaku karena aku jadian dengannya?
       “Kau nggak perlu sok tahu” Nicky menggeleng, membelakangi Mark.
       “Mau sampai kapan kau diam seperti orang bisu?” Mark menyandarkan tubuhnya ke tembok. “Kalau kau tidak marah karena itu, lalu kenapa kau marah padaku? Jangan anggap aku bodoh, Nico”
      Nicky langsung berbalik badan dan menarik kerah baju Mark.
       “What do you want from her?!” jeritnya marah.
       Mark tidak bereaksi apa-apa.
       Wajah Nicky putus asa. Ia marah, tapi entah marah kenapa. Terlihat kekecewaan berlipat-lipat diwajahnya. Matanya merah, pundaknya bergerak naik turun.
       “Aku memang tidak suka melihatmu dengannya. Sangat tidak suka Mark. Kenapa tiba-tiba kau seenaknya menjadikannya pacarmu tanpa bilang apa-apa padaku?! Kenapa kau menusukku dari belakang?! Kenapa kau mengambilnya dariku?! Kau kurang ajar Mark!”
       Mark mendorong Nicky ke tembok.
       “Apa yang kau bilang hah? Aku mengambilnya darimu? Kau seharusnya tahu diri Nicky!! Dia bukan milikmu. Walaupun kau suka padanya harusnya kau ungkapkan padanya! Kau punya Georgina. Kalau kau terus menjalankan hubungan tanpa cinta dengannya itu salahmu! Kenapa kau tidak jujur saja?!” Mark membentak Nicky.
       “Aku tidak mau menyakiti Gina! Kenapa kau tidak mengerti Mark?! Apa kau sama sekali tidak menyadari perasaanku pada Michelle selama ini?! I love her! I love her since I was in high school! Aku bahkan mencintainya sampai rasanya mau mati! Aku tidak pernah bisa bicara sampai rasanya aku gila!! Aku selalu membicarakannya didepan kalian, apa kau tidak menyadarinya?!”      
       Mark menatap Nicky dalam-dalam.
       “Nicky, KAU EGOIS!!” ujarnya.
       Nicky terdiam.
       Ia memegangi kepalanya, mengacak-acak rambutnya.
       Mark berdiri didepannya tanpa berkata-kata. Mark menyadari sesuatu, Nicky menangis. Itu sebabnya ia berhenti membentak. Mark memegang bahu Nicky.
       “Nico, aku tidak mau persahabatan kita hancur...” ucap Mark pelan.
       Nicky menatap Mark dengan wajah merah. Nicky menghela nafas, mengangguk.
       “It’s my fault...” Nicky menunduk dalam-dalam. “Mark, do you love her?”
       “I do...” jawab Mark.
       “Kalau begitu jaga dia...” Nicky menatap Mark dengan tatapan memohon.
       “Aku kasihan padamu. Hidupmu tersesat Nico. Sudah pasti aku akan menjaganya. Tapi kenapa kau tidak bisa jujur? Kau pikir Georgina akan senang hidup bersama orang yang tidak mencintainya? Hidup itu pilihan. Kalau kau mempertahankan Georgina, kau harus siap kehilangan Michelle.” Kata Mark.
       “Give me time...” gumam Nicky.
       Mark tertawa kecil.
       “Give you time? For what? To tell Michelle about your love? It’s too late Nico. She’s mine now...” Mark menggeleng.
       “Someday I’ll tell her” Kata Nicky.
       “Then what about Georgina?” tanya Mark.
       “It’s impossible for me to leave her” Nicky memalingkan wajahnya.
       “I’ll never let you tell Michelle” kata Mark. “I’ll never let you tell her before you leave Georgina. You have to choose. Do you really love playing with her heart?”
       “SHUT UP, MARK!” Nicky terlihat stress berat. “Leave me alone”
       Mark tidak berkata apa-apa lagi. Ia berbalik badan dan meninggalkan Nicky diluar studio. Nicky mengacak-acak rambutnya. Ia tahu semuanya tidak ada gunanya. Ia tahu membentak Mark tidak akan ada artinya. Karena seminggu lagi adalah hari pertunangannya dengan Georgina. Dan hari itu adalah hari dimana semuanya akan berakhir.

 ***

       Akhirnya hari itu datang juga. Hari yang selama ini kutakutkan. Tapi aku meyakinkan diriku untuk tidak takut. Karena sudah takdirku menghadapi ini. Aku melewati hari itu tanpa menangis. Mark menemaniku, tidak ada yang perlu ditangisi lagi. Sudah seminggu lebih aku tidak bertemu dengan Nicky sejak hari pertunangannya. Dan tiba-tiba ia muncul ketika aku dan Mark hampir berciuman didepan sebuah kedai kopi. Ia dan Brian muncul dengan wajah menyebalkan yang kukenal.
       Jadi disinilah aku, memandangi jari manis Nicky yang sudah dilingkari sebuah cincin sambil tersenyum. Aku meyakinkan hatiku bahwa aku bahagia jika ia bahagia. Kami duduk didalam sebuah restoran jepang dengan wajah Shane dan Kian yang langsung menyambut kami. Aku tersenyum senang melihat mereka berdua.
        “Lads, I miss you...” aku memeluk mereka berdua. “Aku nggak nyangka kita akan ketemu hari ini”
       “Seingatku tadi aku dan Nicky nggak dipeluk...” sindir Brian.
       Aku mendelik.
       “Mana mungkin aku memeluk kalian disaat kalian nyebelin banget begitu sih?!” ujarku.
       “Ya maaf deh sudah bikin kau dan Mark nggak jadi ci...”
       “Waaaaaaaaaaaa!! Diam Brian!!” wajahku merah padam. “Diam kau diam!!”
       Shane dan Kian bertatapan.
      “Pokoknya aku kangen kalian!” aku tersenyum. “Mark heboh soal Mariah Carey. Kalian hebat banget!”
      Mark tersenyum lebar sekali. Ia senang sampai mau mati saking senangnya karena Mariah Carey ingin featuring dengan Westlife di album kedua.
       “She’s my inspiration and I’ll sing with her!! Slap me!! I’m dreaming!!” jerit Mark.
       “I slapped you three times Marco” tanggap Brian.
       Kami tertawa. Mark kelihatan sangat lucu kalau sedang bersemangat. Kian menampar Mark, disusul suara jeritan Mark dan suara tawa kami membahana didalam restoran. Tapi saat kulihat Nicky, ia tidak tertawa. Ia hanya tersenyum pahit. Aku bingung melihatnya.
       “Nicky? Do you wanna slap Mark with that keeper hand?” tanyaku, berusaha melawak.
       “I guess it’s enough babe” Mark memegangi pipinya.
       Nicky diam saja, sepertinya lawakanku gagal untuk yang kesekian kalinya.
       “Dia berantem sama Georgina” kata Shane santai, meminum ochanya.
       “Shane, jangan sok tahu” tanggap Nicky. “Aku dan Gina selalu akur”
       Sesuatu kembali menusuk hatiku. Tapi aku tetap memasang poker faceku. Rupanya setelah itu Nicky baikan, ia ikut tertawa-tawa bersama the lads. Bahkan ia melucu seperti biasa. Kami makan sambil membuat keributan seperti biasanya. Ketika kami keluar dari restoran, ada beberapa fans Westlife yang histeris dan minta foto. Bahkan ada satu fan yang memeluk Mark erat sekali sambil menangis. Mereka menanggapi para fans dengan sangat baik. Aku salut pada mereka.
       Kami berpisah, tapi Mark masih bersamaku.
       “Kau ingat kan janjimu?” tanyaku pada Mark.
       “Apa aku pernah lupa janjiku?” Mark balik bertanya.
       “Nggak pernah sih. Yuk Mark...dari sini kita harus naik mobil sekitar lima belas menit untuk sampai disana” aku menarik tangan Mark.
       Aku dan Mark naik ke mobil. Mark tersenyum ketika melihatku mengambil bingkisan besar dari jok belakang. Aku membelinya sebelum pergi ke kedai kopi bersama Mark. Kami sampai ke sebuah apartemen besar dan aku langsung mencari nomor pintu yang kutuju, lalu memencet bel disamping pintu. Aku menyuruh Mark bersembunyi dibelakang pintu. Saat pintu terbuka, aku tersenyum lebar sekali.
       “Michelle!!!” Jerit seorang gadis yang sangat cantik, tetap cantik seperti dulu.
       “Darren I miss you!!!” aku langsung memeluknya erat sekali. Ia balik memelukku.
       “Michelle kau nggak bilang akan datang hari ini! saat aku memberitahu alamat apartemenku kau bilang kau sedang sibuk kan?!” ujar Darren.
       “Surprise...” cengirku. Mencubit pipi Darren. “Is Edward here?”
       “No” Darren menggeleng. “Come in!”
       Aku tersenyum usil.
       “I’m not alone here” kataku. “I bring him with me”
       Aku menarik Mark kesampingku.
       “Eh...hai...” Mark menggaruk kepalanya.
       Darren langsung pucat pasi, matanya terbelalak, mulutnya ternganga. Bahkan kulihat ia mulai gemetaran.
       “I’m Mark Feehily, how do you do?” Mark mengulurkan tangannya.
       “MICHELLE!!!” jerit Darren. “Kau nggak bilang akan membawa Mark sekarang!! Aku belum siap tahu!! Aku belum dandan! Oh...Tuhan...I’m Darren Williams”
       Darren menyambut tangan Mark dengan gugup. Mark tertawa mendengar kata-kata Darren. Kami bertiga masuk kedalam, lalu tiba-tiba Darren mencubit pipiku kencang-       kencang.
       “Kenapa kau bisa pacaran sama orang seganteng dia sih?!hah?! aku nggak rela! Kenapa kau bisa pacaran sama orang yang telapak tangannya semulus dan sehangat itu?! Kenapa kau bisa pacaran sama orang yang matanya dan senyumnya seindah dia hah nenek sialan?!!kenapa harus personil Westlife yang kusuka sih hah?!”
       “Darren stop!!” jeritku. “Aku punya bingkisan nih untukmu!”
       “Kau mencoba menyogokku dengan bingkisan hah? Maaf nggak mempan! Setidaknya kau cerita dulu dong sebelum kau pacaran dengannya. Aku langsung jatuh cinta tahu sama Mark sejak melihatnya di TV. Bahkan Nicky kalah tahu! Edward bahkan cemburu saat aku memajang posternya dikamarku! Dan kau seenaknya menggandengnya ya hah?! Seenaknya memacarinya haaah? Kau pikir kau siapa?! ”
       Mark bengong.
       “Darreeeeen!” aku melepaskan diriku. “Baru ketemu sudah ngajak ribut!”
       Darren tertawa.
       “Hukuman!” serunya.
       “Sepertinya kau nggak tahu malu teriak-teriak didepan Mark. Nggak masalah kan kalau aku membawanya kesini secara tiba-tiba?” aku mengusap-usap pipiku.
       Darren memelototiku. Aku langsung diam. Ia lalu mengobrol dengan Mark, memamerkan koleksi Westlife yang ia kumpulkan, lalu memperlihatkan design-design baju di butiknya,  bahkan ia berjanji akan mendesign baju untuk Mark gratis. Setelah itu, ia menceritakan aib-aibku semasa sekolah. Mark tertawa-tawa mendengarnya. Aku menempeleng Darren kencang-kencang.
       Sebelum kami pulang, Darren membisikkan sesuatu ditelingaku.
       “Aku sudah baca novelmu. Dan aku tahu siapa yang kau ceritakan didalam novel itu...” bisiknya. “Kuharap ini novel pertama dan terakhir yang menceritakan tentang orang itu. Cari bahan baru. Aku tahu kau belum move on...”
       Darren memang sahabatku.

 ***

       Keesokan harinya, kupikir adalah hari yang luar biasa. Aku datang ke acara penandatanganan novel-novelku. Dan disana aku bertemu para remaja yang kurasa punya pengalaman patah hati. Bahkan saat menerima tanda tanganku, ada beberapa cewek yang bercerita kalau nasibnya tidak jauh dengan cerita yang kutulis. Didunia ini tidak terhitung para gadis yang patah hati. Karena itu, aku harus kuat.
       Aku masuk kedalam apartemenku yang kutempati baru-baru ini. kulepas mantelku dan aku langsung menuju meja kerjaku lalu duduk disana. Aku menatap sebuah novel berjudul “The Lighthouse” dengan tulisan “best seller” dikanan atas covernya. Dibawah cover tercetak nama “Michelle Myron”. Aku membuka-buka novel itu, teringat betapa berapi-apinya aku saat menulis novel itu.
       Kunyalakan laptopku. Aku diminta menulis novel lagi. tapi otakku kosong. Aku sudah kehilangan mercusuarku. Dan itu sebabnya hati dan otakku terlalu kosong untuk menulis love story lagi. apa yang harus kutulis? Apa aku harus menulis tentang Mark? Aku sangat sayang pada Mark. Tapi kisah kami terlalu simple untuk dijadikan novel.
       Aku menyerah. Otakku benar-benar tidak mau diajak kerja sama. Tapi aku benar-benar ingin menulis. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat surat. Surat untuk Nicky. Tapi tentu saja surat yang tidak akan pernah kukirim sampai kapanpun.
       “Good evening my Lighthouse, Nicholas Bernard James Adam Byrne...” aku mulai mengetik, “As always, I’m thinking of you again. Now, I hate myself. I hate myself because I can’t tell you how much I love you. I hate myself because I can’t get you out from my head even now I have a sweetest boy, Mark...he’s the kindest boy in the world. But stupid, he can’t replace you. Remember the first time we met? Maybe you forgot. Or you’ll forget it soon. But I’ll never forget that day. A little silly bicycle accident. I love your eyes from the first time i met you. That beautiful blue eyes...”
       Aku tersenyum.
       “I’ve decided to call you my Lighthouse. Because you saved me even without trying. Even you’re with someone else but you’re still the most precious thing in my life. Yes, I’m the stupidest person in the world. I love your smile. So I love to see you smile. Even you give that smile to another girl but I’m glad enough to know that you’re happy with her now”
       Aku menarik nafas dalam-dalam.
       “No, I won’t cry. I realize it’s all my fault to fall in love with you that far. It’s not your mistake. So that...I’m trying to forgive my own mistake. The worst mistake ever. I was wrong, that day when I saw the blue eyes of the lighthouse and suddenly this love knocked my heart. I’m sorry for that...”
       Aku menekan tombol enter.
       “See?I know how stupid I am. Now i want to hear your voice so bad. Your beautiful husky voice. I wish you call me now. Even I know it won’t be happen...”
       Handphoneku berbunyi.
       Aku agak kaget. Buru-buru aku meraih tasku dan mengeluarkan handphoneku.
       Tuhan...mau sampai kapan Kau mempermainkan hatiku?
       Telepon dari Nicky. Tepat sesudah aku menulis harapanku pada surat bodoh itu. Kenapa takdirku begitu menyebalkan?
       Aku mengangkat telepon.
       “Hello?”
       “Oops, wrong number” Kata Nicky. “Tadinya aku mau menelepon Gina”
       Aku mengerutkan dahiku kesal.
       “Kau ini bodoh atau apa sih? Huruf G dan M kan jauh!” ujarku.
       “Be, berisik ah! Aku kan menamai kontakmu “Girlfriend of Mark” ! wajar kan salah pencet?!” balas Nicky.
       Girlfriend of Mark? Sungguh nama kontak yang benar-benar bodoh.
       “Cepat ganti nama itu, Byrne” aku mendesah. “Atau kau akan terus-terusan salah pencet!”
       “Yah nggak apa-apa kan? Sekarang temani aku ngobrol” kata Nicky cuek.
       “Lebih baik kau telepon nomor yang benar. Kau nggak seharusnya meneleponku kan?” Aku kesal.
       “Aku sudah terlanjur memencet nomormu. Sekarang kita ngobrol saja kenapa sih?!” ujarnya.
       Aku memukul dahiku keras-keras.
       “Mau ngobrol apa?” tanyaku pasrah.
       Nicky batuk-batuk sebentar.
       “Ng, tentang novelmu? Oh iya aku belum baca. Aku sibuk sih” Katanya.
       “Aku nggak minta kau membacanya. Orang bodoh sepertimu nggak boleh baca best sellerku” kataku.
       “Oh ya? Kalau gitu kau nggak boleh mendengarkan album Westlife yang bertahan di chart nomor satu ya?” balas Nicky, batuk-batuk lagi.
       “Beda dong! Aku berhak mendengar suara pacarku” tanggapku.
       Nicky batuk-batuk lagi.
       “Hey, kau kenapa?” tanyaku. “daritadi batuk-batuk terus. Suaramu juga serak”
       “Hm? Aku sedikit demam” Jawab Nicky. “Baru tadi pagi aku merasa kepalaku berat banget. Suhu tubuhku juga naik”
       Gawat, aku khawatir.
       “Ta, tapi Georgina akan datang kesana kan?” tanyaku.
       “Kurasa nggak juga, dia ikut pesta dengan ayahnya. Pesta para menteri. Dan sepertinya nggak akan pulang sebelum tengah malam” Nicky berbicara dengan suara yang makin serak.
       “Aku akan kesana” kataku.
       “Hah?”
       “Tuli amat sih! Kubilang kan aku akan kesana!” ujarku dengan wajah merah padam.
       “Nggak usah teriak-teriak kan bisa!” balasnya kesal. “Kalau kau sibuk lebih baik nggak usah”
       “Ng, nggak apa-apa. Aku khawatir” aku mematikan laptopku.
       “Bisa diulang?” Nicky berkata pelan.
       “Aku khawatir! So, soalnya kan Westlife akan membuat album baru. Kalau kau sakit gimana? Merepotkan saja sih!” ujarku cepat-cepat. “Pokoknya tunggu disana! Aku kesana sekarang. Bye!”
       Aku memutuskan telepon dan langsung meraih mantelku lagi. baru saja aku ingin memanggil taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti didepanku. Kaca mobilnya terbuka.
       “Babe!” wajah cerah Mark langsung terlihat. “Why are you here?”
       “Mark?!” Kataku kaget. “Gosh you surprised me!”
       “I’m starving” katanya dengan wajah memelas. “Let’s have dinner with me now”
       “But...” aku ragu. “I wanna go to Nicky’s apartment. He’s sick”
       Mark menatapku beberapa lama.
       “But I’m starving” katanya.
       “But he’s sick” kataku. “And I guess he’s starving too”
       Mark diam lagi.
       “Tapi...” katanya. “Barusan aku dengar Georgina bakal kesana”
       “Georgina sedang menghadiri pesta bersama ayahnya, Mark” Aku menggeleng.
       “Oh ya? Kurasa dia pulang cepat. Tadi aku dapat SMS darinya. Katanya dia pulang duluan dijemput supirnya. Memangnya nggak gawat kalau kalian datang barengan?” Mark mengangkat alis.
       “Ma, masa sih?” Aku agak kecewa.
       “Makanya ayo makan! Lapar nih!” Mark memegang perutnya. “Lagipula kita nggak akan bisa dinner bareng lagi mulai minggu depan. Westlife akan mulai sibuk lagi”
       “Aaaah iya Fatso!” Aku tersenyum, masuk kedalam mobilnya. “Makan di restoran jepang waktu itu saja ya?”
       “Apa saja boleh, sudah nggak tahan!” ia langsung menginjak gas dan mobil melaju tenang dijalan raya. Ia memandang keluar jendela.
       Maaf Nicky...batinnya. kurasa aku nggak bisa menyerahkan dia padamu...

***

1 komentar:

  1. Seruuu, ceritanya menarik dan seru, baru suka Westlife tahun 2017, heheehee

    BalasHapus