Baru
saja aku keluar dari rumah, blitz kamera sudah menyerangku. Aku
mengerjap-ngerjapkan mata. Belakangan ini aku selalu diikuti papparazi karena
jadian dengan Mark. Tadinya aku ingin hubungan kami dirahasiakan. Tapi Mark
sepertinya lebih suka terus terang. Akhirnya aku pasrah. Kemanapun berjalan aku
diikuti oleh jepretan kamera.
Aku mau
sih jadi orang terkenal yang dikejar-kejar wartawan. Tapi bukan begini yang aku
mau. Lama-lama aku malu dan capek. Masalahnya, jangan-jangan aku ini nggak tahu
diri ya?menerima Mark sedangkan hatiku masih jadi milik orang lain. Lagipula
harusnya aku bercermin dulu sebelum menerima cowok seterkenal dan sebaik Mark!
Tapi disisi lain aku juga berpikir Mark adalah malaikat yang dikirimkan untukku
agar aku bisa melupakan Nicky. Aku menyayangi Mark, aku menyukainya, menghargai
perasaan bodohnya padaku.
Hari ini
aku didandani lagi oleh Mum. Yah...kau tahu...bagaimana reaksi Mum saat tahu
aku pacaran dengan Mark? Ia menjerit kencang sekali. Lalu dia malah
marah-marah. Aku nggak mengerti jalan pikiran Mum. Mungkin ia terlalu shock.
Aku harus menceritakan semuanya dari awal. Dan kau tahu...untuk menceritakan
bagaimana aku bisa berhubungan dengan Mark, otomatis aku harus menceritakan
soal Nicky. Aku bilang pada Mum kalau aku sudah melupakan Nicky.
Novelku?
Tuhan
berpihak padaku. Novelku meledak dipasaran. Dan sepertinya kebanyakan pembaca
novelku adalah para remaja patah hati. Tapi itu memberiku motivasi yang luar
biasa. Aku menulis, menulis, dan menulis terus. Berharap novelku akan terus
disukai oleh pembaca.
Darren?
Tolong
jangan tanyakan dia. Dia mengamuk habis-habisan saat melihatku ada di televisi
dan marah-marah setengah mati di telepon karena tidak mengabarinya. Habis
bagaimana? Ini semua terlalu aneh dan aku bingung menceritakannya pada Darren.
Ia menyumpah-serapahiku dan baru mau diam setelah aku bilang aku akan
mempertemukannya dengan Mark. Masalah selesai.
Oke,
jadi ketika aku keluar rumah, langsung ada papparazi yang menantiku. Aku
berusaha cuek dan berangkat dengan mobil sedan yang sudah menungguku didepan
rumah. Editorku sudah setia menunggu dibelakang setir. Lalu mobilnya meluncur
meninggalkan perumahan rumahku.
***
Mark masuk
kedalam studio. Hari ini akan ada pemotretan Westlife. Ia agak terlambat. The
lads sudah datang semua dan sedang memakan chips berbungkus-bungkus. Dengan
excited ia duduk disebelah Nicky dan merampas salah satu bungkus chips dari
tangan Nicky. Nicky tidak bereaksi seperti biasanya. Ia Menatap mark marah.
“Kembalikan!” hardiknya.
Mark
kaget dengan reaksi Nicky. Ia langsung menaruh bungkus chips itu disamping
Nicky. Menatap Nicky heran.
“What’s
wrong with you Nico?” Mark terheran-heran.
“Stay
away from me Feehily...” Nicky langsung bangkit dari duduknya dan berjalan
keluar studio. Mark langsung mengikutinya. Mereka meninggalkan Shane, Brian dan
Kian yang sedang berebut chips. Mark menarik Nicky.
“Kau
ada masalah apa denganku?” tanya Mark.
Nicky
menepis tangan Mark, tidak menjawab apa-apa.
“Kenapa
kau tidak jujur saja kalau ada masalah?” Mark melipat tangannya didepan dada.
“Kenapa? Apa karena Michelle? Kau marah padaku karena aku jadian dengannya?
“Kau
nggak perlu sok tahu” Nicky menggeleng, membelakangi Mark.
“Mau
sampai kapan kau diam seperti orang bisu?” Mark menyandarkan tubuhnya ke
tembok. “Kalau kau tidak marah karena itu, lalu kenapa kau marah padaku? Jangan
anggap aku bodoh, Nico”
Nicky
langsung berbalik badan dan menarik kerah baju Mark.
“What do you want from her?!” jeritnya marah.
Mark
tidak bereaksi apa-apa.
Wajah
Nicky putus asa. Ia marah, tapi entah marah kenapa. Terlihat kekecewaan
berlipat-lipat diwajahnya. Matanya merah, pundaknya bergerak naik turun.
“Aku
memang tidak suka melihatmu dengannya. Sangat tidak suka Mark. Kenapa tiba-tiba
kau seenaknya menjadikannya pacarmu tanpa bilang apa-apa padaku?! Kenapa kau
menusukku dari belakang?! Kenapa kau mengambilnya dariku?! Kau kurang ajar
Mark!”
Mark
mendorong Nicky ke tembok.
“Apa
yang kau bilang hah? Aku mengambilnya darimu? Kau seharusnya tahu diri Nicky!!
Dia bukan milikmu. Walaupun kau suka padanya harusnya kau ungkapkan padanya!
Kau punya Georgina. Kalau kau terus menjalankan hubungan tanpa cinta dengannya
itu salahmu! Kenapa kau tidak jujur saja?!” Mark membentak Nicky.
“Aku tidak mau menyakiti Gina! Kenapa kau
tidak mengerti Mark?! Apa kau sama sekali tidak menyadari perasaanku pada
Michelle selama ini?! I love her! I love her since I was in high school! Aku
bahkan mencintainya sampai rasanya mau mati! Aku tidak pernah bisa bicara
sampai rasanya aku gila!! Aku selalu membicarakannya didepan kalian, apa kau
tidak menyadarinya?!”
Mark
menatap Nicky dalam-dalam.
“Nicky,
KAU EGOIS!!” ujarnya.
Nicky
terdiam.
Ia
memegangi kepalanya, mengacak-acak rambutnya.
Mark
berdiri didepannya tanpa berkata-kata. Mark menyadari sesuatu, Nicky menangis.
Itu sebabnya ia berhenti membentak. Mark memegang bahu Nicky.
“Nico,
aku tidak mau persahabatan kita hancur...” ucap Mark pelan.
Nicky
menatap Mark dengan wajah merah. Nicky menghela nafas, mengangguk.
“It’s
my fault...” Nicky menunduk dalam-dalam. “Mark, do you love her?”
“I
do...” jawab Mark.
“Kalau
begitu jaga dia...” Nicky menatap Mark dengan tatapan memohon.
“Aku
kasihan padamu. Hidupmu tersesat Nico. Sudah pasti aku akan menjaganya. Tapi
kenapa kau tidak bisa jujur? Kau pikir Georgina akan senang hidup bersama orang
yang tidak mencintainya? Hidup itu pilihan. Kalau kau mempertahankan Georgina,
kau harus siap kehilangan Michelle.” Kata Mark.
“Give
me time...” gumam Nicky.
Mark
tertawa kecil.
“Give
you time? For what? To tell Michelle about your love? It’s too late Nico. She’s
mine now...” Mark menggeleng.
“Someday
I’ll tell her” Kata Nicky.
“Then what about Georgina?” tanya Mark.
“It’s
impossible for me to leave her” Nicky memalingkan wajahnya.
“I’ll
never let you tell Michelle” kata Mark. “I’ll never let you tell her before you
leave Georgina. You have to choose. Do you really love playing with her heart?”
“SHUT
UP, MARK!” Nicky terlihat stress berat. “Leave me alone”
Mark
tidak berkata apa-apa lagi. Ia berbalik badan dan meninggalkan Nicky diluar
studio. Nicky mengacak-acak rambutnya. Ia tahu semuanya tidak ada gunanya. Ia
tahu membentak Mark tidak akan ada artinya. Karena seminggu lagi adalah hari
pertunangannya dengan Georgina. Dan hari itu adalah hari dimana semuanya akan
berakhir.
***
Akhirnya hari itu datang juga. Hari yang selama ini kutakutkan. Tapi aku
meyakinkan diriku untuk tidak takut. Karena sudah takdirku menghadapi ini. Aku
melewati hari itu tanpa menangis. Mark menemaniku, tidak ada yang perlu
ditangisi lagi. Sudah seminggu lebih aku tidak bertemu dengan Nicky sejak hari pertunangannya.
Dan tiba-tiba ia muncul ketika aku dan Mark hampir berciuman didepan sebuah
kedai kopi. Ia dan Brian muncul dengan wajah menyebalkan yang kukenal.
Jadi
disinilah aku, memandangi jari manis Nicky yang sudah dilingkari sebuah cincin
sambil tersenyum. Aku meyakinkan hatiku bahwa aku bahagia jika ia bahagia. Kami
duduk didalam sebuah restoran jepang dengan wajah Shane dan Kian yang langsung
menyambut kami. Aku tersenyum senang melihat mereka berdua.
“Lads, I miss you...” aku memeluk mereka
berdua. “Aku nggak nyangka kita akan ketemu hari ini”
“Seingatku
tadi aku dan Nicky nggak dipeluk...” sindir Brian.
Aku
mendelik.
“Mana
mungkin aku memeluk kalian disaat kalian nyebelin banget begitu sih?!” ujarku.
“Ya
maaf deh sudah bikin kau dan Mark nggak jadi ci...”
“Waaaaaaaaaaaa!!
Diam Brian!!” wajahku merah padam. “Diam kau diam!!”
Shane
dan Kian bertatapan.
“Pokoknya
aku kangen kalian!” aku tersenyum. “Mark heboh soal Mariah Carey. Kalian hebat
banget!”
Mark
tersenyum lebar sekali. Ia senang sampai mau mati saking senangnya karena
Mariah Carey ingin featuring dengan Westlife di album kedua.
“She’s
my inspiration and I’ll sing with her!! Slap me!! I’m dreaming!!” jerit Mark.
“I slapped you three times Marco” tanggap
Brian.
Kami
tertawa. Mark kelihatan sangat lucu kalau sedang bersemangat. Kian menampar
Mark, disusul suara jeritan Mark dan suara tawa kami membahana didalam
restoran. Tapi saat kulihat Nicky, ia tidak tertawa. Ia hanya tersenyum pahit.
Aku bingung melihatnya.
“Nicky?
Do you wanna slap Mark with that keeper hand?” tanyaku, berusaha melawak.
“I
guess it’s enough babe” Mark memegangi pipinya.
Nicky
diam saja, sepertinya lawakanku gagal untuk yang kesekian kalinya.
“Dia
berantem sama Georgina” kata Shane santai, meminum ochanya.
“Shane,
jangan sok tahu” tanggap Nicky. “Aku dan Gina selalu akur”
Sesuatu
kembali menusuk hatiku. Tapi aku tetap memasang poker faceku. Rupanya setelah
itu Nicky baikan, ia ikut tertawa-tawa bersama the lads. Bahkan ia melucu
seperti biasa. Kami makan sambil membuat keributan seperti biasanya. Ketika
kami keluar dari restoran, ada beberapa fans Westlife yang histeris dan minta
foto. Bahkan ada satu fan yang memeluk Mark erat sekali sambil menangis. Mereka
menanggapi para fans dengan sangat baik. Aku salut pada mereka.
Kami
berpisah, tapi Mark masih bersamaku.
“Kau
ingat kan janjimu?” tanyaku pada Mark.
“Apa
aku pernah lupa janjiku?” Mark balik bertanya.
“Nggak
pernah sih. Yuk Mark...dari sini kita harus naik mobil sekitar lima belas menit
untuk sampai disana” aku menarik tangan Mark.
Aku dan
Mark naik ke mobil. Mark tersenyum ketika melihatku mengambil bingkisan besar
dari jok belakang. Aku membelinya sebelum pergi ke kedai kopi bersama Mark.
Kami sampai ke sebuah apartemen besar dan aku langsung mencari nomor pintu yang
kutuju, lalu memencet bel disamping pintu. Aku menyuruh Mark bersembunyi
dibelakang pintu. Saat pintu terbuka, aku tersenyum lebar sekali.
“Michelle!!!”
Jerit seorang gadis yang sangat cantik, tetap cantik seperti dulu.
“Darren
I miss you!!!” aku langsung memeluknya erat sekali. Ia balik memelukku.
“Michelle
kau nggak bilang akan datang hari ini! saat aku memberitahu alamat apartemenku
kau bilang kau sedang sibuk kan?!” ujar Darren.
“Surprise...”
cengirku. Mencubit pipi Darren. “Is Edward here?”
“No”
Darren menggeleng. “Come in!”
Aku
tersenyum usil.
“I’m not alone here” kataku. “I bring him
with me”
Aku
menarik Mark kesampingku.
“Eh...hai...”
Mark menggaruk kepalanya.
Darren
langsung pucat pasi, matanya terbelalak, mulutnya ternganga. Bahkan kulihat ia
mulai gemetaran.
“I’m Mark Feehily, how do you do?” Mark
mengulurkan tangannya.
“MICHELLE!!!”
jerit Darren. “Kau nggak bilang akan membawa Mark sekarang!! Aku belum siap
tahu!! Aku belum dandan! Oh...Tuhan...I’m Darren Williams”
Darren
menyambut tangan Mark dengan gugup. Mark tertawa mendengar kata-kata Darren.
Kami bertiga masuk kedalam, lalu tiba-tiba Darren mencubit pipiku kencang- kencang.
“Kenapa
kau bisa pacaran sama orang seganteng dia sih?!hah?! aku nggak rela! Kenapa kau
bisa pacaran sama orang yang telapak tangannya semulus dan sehangat itu?!
Kenapa kau bisa pacaran sama orang yang matanya dan senyumnya seindah dia hah
nenek sialan?!!kenapa harus personil Westlife yang kusuka sih hah?!”
“Darren
stop!!” jeritku. “Aku punya bingkisan nih untukmu!”
“Kau
mencoba menyogokku dengan bingkisan hah? Maaf nggak mempan! Setidaknya kau
cerita dulu dong sebelum kau pacaran dengannya. Aku langsung jatuh cinta tahu
sama Mark sejak melihatnya di TV. Bahkan Nicky kalah tahu! Edward bahkan cemburu
saat aku memajang posternya dikamarku! Dan kau seenaknya menggandengnya ya
hah?! Seenaknya memacarinya haaah? Kau pikir kau siapa?! ”
Mark
bengong.
“Darreeeeen!”
aku melepaskan diriku. “Baru ketemu sudah ngajak ribut!”
Darren
tertawa.
“Hukuman!” serunya.
“Sepertinya kau nggak tahu malu teriak-teriak didepan Mark. Nggak
masalah kan kalau aku membawanya kesini secara tiba-tiba?” aku mengusap-usap
pipiku.
Darren
memelototiku. Aku langsung diam. Ia lalu mengobrol dengan Mark, memamerkan
koleksi Westlife yang ia kumpulkan, lalu memperlihatkan design-design baju di
butiknya, bahkan ia berjanji akan
mendesign baju untuk Mark gratis. Setelah itu, ia menceritakan aib-aibku semasa
sekolah. Mark tertawa-tawa mendengarnya. Aku menempeleng Darren
kencang-kencang.
Sebelum
kami pulang, Darren membisikkan sesuatu ditelingaku.
“Aku
sudah baca novelmu. Dan aku tahu siapa yang kau ceritakan didalam novel itu...”
bisiknya. “Kuharap ini novel pertama dan terakhir yang menceritakan tentang
orang itu. Cari bahan baru. Aku tahu kau belum move on...”
Darren
memang sahabatku.
***
Keesokan harinya, kupikir adalah hari yang luar biasa. Aku datang ke
acara penandatanganan novel-novelku. Dan disana aku bertemu para remaja yang
kurasa punya pengalaman patah hati. Bahkan saat menerima tanda tanganku, ada
beberapa cewek yang bercerita kalau nasibnya tidak jauh dengan cerita yang
kutulis. Didunia ini tidak terhitung para gadis yang patah hati. Karena itu,
aku harus kuat.
Aku
masuk kedalam apartemenku yang kutempati baru-baru ini. kulepas mantelku dan
aku langsung menuju meja kerjaku lalu duduk disana. Aku menatap sebuah novel
berjudul “The Lighthouse” dengan tulisan “best seller” dikanan atas covernya.
Dibawah cover tercetak nama “Michelle Myron”. Aku membuka-buka novel itu,
teringat betapa berapi-apinya aku saat menulis novel itu.
Kunyalakan laptopku. Aku diminta menulis novel lagi. tapi otakku kosong.
Aku sudah kehilangan mercusuarku. Dan itu sebabnya hati dan otakku terlalu
kosong untuk menulis love story lagi. apa yang harus kutulis? Apa aku harus
menulis tentang Mark? Aku sangat sayang pada Mark. Tapi kisah kami terlalu
simple untuk dijadikan novel.
Aku
menyerah. Otakku benar-benar tidak mau diajak kerja sama. Tapi aku benar-benar
ingin menulis. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat surat. Surat untuk Nicky.
Tapi tentu saja surat yang tidak akan pernah kukirim sampai kapanpun.
“Good evening my Lighthouse, Nicholas
Bernard James Adam Byrne...” aku mulai mengetik, “As always, I’m thinking of you again. Now, I hate myself. I hate
myself because I can’t tell you how much I love you. I hate myself because I
can’t get you out from my head even now I have a sweetest boy, Mark...he’s the
kindest boy in the world. But stupid, he can’t replace you. Remember the first
time we met? Maybe you forgot. Or you’ll forget it soon. But I’ll never forget
that day. A little silly bicycle accident. I love your eyes from the first time
i met you. That beautiful blue eyes...”
Aku
tersenyum.
“I’ve decided to call you my Lighthouse.
Because you saved me even without trying. Even you’re with someone else but
you’re still the most precious thing in my life. Yes, I’m the stupidest person
in the world. I love your smile. So I love to see you smile. Even you give that
smile to another girl but I’m glad enough to know that you’re happy with her
now”
Aku menarik nafas
dalam-dalam.
“No, I won’t cry. I realize it’s all my
fault to fall in love with you that far. It’s not your mistake. So that...I’m
trying to forgive my own mistake. The worst mistake ever. I was wrong, that day
when I saw the blue eyes of the lighthouse and suddenly this love knocked my
heart. I’m sorry for that...”
Aku menekan tombol
enter.
“See?I know how stupid I am. Now i want to
hear your voice so bad. Your beautiful husky voice. I wish you call me now.
Even I know it won’t be happen...”
Handphoneku berbunyi.
Aku
agak kaget. Buru-buru aku meraih tasku dan mengeluarkan handphoneku.
Tuhan...mau sampai kapan Kau mempermainkan hatiku?
Telepon
dari Nicky. Tepat sesudah aku menulis harapanku pada surat bodoh itu. Kenapa
takdirku begitu menyebalkan?
Aku
mengangkat telepon.
“Hello?”
“Oops, wrong number” Kata Nicky. “Tadinya
aku mau menelepon Gina”
Aku
mengerutkan dahiku kesal.
“Kau
ini bodoh atau apa sih? Huruf G dan M kan jauh!” ujarku.
“Be,
berisik ah! Aku kan menamai kontakmu “Girlfriend of Mark” ! wajar kan salah
pencet?!” balas Nicky.
Girlfriend of Mark? Sungguh nama kontak yang benar-benar bodoh.
“Cepat
ganti nama itu, Byrne” aku mendesah. “Atau kau akan terus-terusan salah
pencet!”
“Yah
nggak apa-apa kan? Sekarang temani aku ngobrol” kata Nicky cuek.
“Lebih
baik kau telepon nomor yang benar. Kau nggak seharusnya meneleponku kan?” Aku
kesal.
“Aku
sudah terlanjur memencet nomormu. Sekarang kita ngobrol saja kenapa sih?!”
ujarnya.
Aku
memukul dahiku keras-keras.
“Mau ngobrol apa?” tanyaku pasrah.
Nicky
batuk-batuk sebentar.
“Ng,
tentang novelmu? Oh iya aku belum baca. Aku sibuk sih” Katanya.
“Aku
nggak minta kau membacanya. Orang bodoh sepertimu nggak boleh baca best
sellerku” kataku.
“Oh ya? Kalau gitu kau nggak boleh
mendengarkan album Westlife yang bertahan di chart nomor satu ya?” balas Nicky,
batuk-batuk lagi.
“Beda
dong! Aku berhak mendengar suara pacarku” tanggapku.
Nicky
batuk-batuk lagi.
“Hey,
kau kenapa?” tanyaku. “daritadi batuk-batuk terus. Suaramu juga serak”
“Hm?
Aku sedikit demam” Jawab Nicky. “Baru tadi pagi aku merasa kepalaku berat
banget. Suhu tubuhku juga naik”
Gawat,
aku khawatir.
“Ta,
tapi Georgina akan datang kesana kan?” tanyaku.
“Kurasa
nggak juga, dia ikut pesta dengan ayahnya. Pesta para menteri. Dan sepertinya
nggak akan pulang sebelum tengah malam” Nicky berbicara dengan suara yang makin
serak.
“Aku
akan kesana” kataku.
“Hah?”
“Tuli amat
sih! Kubilang kan aku akan kesana!” ujarku dengan wajah merah padam.
“Nggak
usah teriak-teriak kan bisa!” balasnya kesal. “Kalau kau sibuk lebih baik nggak
usah”
“Ng,
nggak apa-apa. Aku khawatir” aku mematikan laptopku.
“Bisa
diulang?” Nicky berkata pelan.
“Aku
khawatir! So, soalnya kan Westlife akan membuat album baru. Kalau kau sakit
gimana? Merepotkan saja sih!” ujarku cepat-cepat. “Pokoknya tunggu disana! Aku
kesana sekarang. Bye!”
Aku
memutuskan telepon dan langsung meraih mantelku lagi. baru saja aku ingin
memanggil taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti didepanku. Kaca mobilnya
terbuka.
“Babe!”
wajah cerah Mark langsung terlihat. “Why are you here?”
“Mark?!” Kataku kaget. “Gosh you surprised me!”
“I’m
starving” katanya dengan wajah memelas. “Let’s have dinner with me now”
“But...” aku ragu. “I wanna go to Nicky’s apartment. He’s sick”
Mark
menatapku beberapa lama.
“But
I’m starving” katanya.
“But
he’s sick” kataku. “And I guess he’s starving too”
Mark
diam lagi.
“Tapi...” katanya. “Barusan aku dengar Georgina bakal kesana”
“Georgina sedang menghadiri pesta bersama ayahnya, Mark” Aku menggeleng.
“Oh ya?
Kurasa dia pulang cepat. Tadi aku dapat SMS darinya. Katanya dia pulang duluan
dijemput supirnya. Memangnya nggak gawat kalau kalian datang barengan?” Mark
mengangkat alis.
“Ma,
masa sih?” Aku agak kecewa.
“Makanya ayo makan! Lapar nih!” Mark memegang perutnya. “Lagipula kita
nggak akan bisa dinner bareng lagi mulai minggu depan. Westlife akan mulai
sibuk lagi”
“Aaaah
iya Fatso!” Aku tersenyum, masuk kedalam mobilnya. “Makan di restoran jepang
waktu itu saja ya?”
“Apa
saja boleh, sudah nggak tahan!” ia langsung menginjak gas dan mobil melaju
tenang dijalan raya. Ia memandang keluar jendela.
Maaf
Nicky...batinnya. kurasa aku nggak bisa menyerahkan dia padamu...
***
Seruuu, ceritanya menarik dan seru, baru suka Westlife tahun 2017, heheehee
BalasHapus